Ahlan wasahlan di blog kamardy arief, semoga blog ini dapat menambah wawasan anda, berikan komentar anda untuk masukkan blog ini.

Secarik Kebahagiaan

Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka. Namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang telah terbuka.

Perjalanan Hidup

Ketika seseorang melukaimu, janganlah bersedih karena Allah selalu menitipkan penyembuh buatmu.

Segenggam Senyuman

Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapat terbang burung.

Segenggam Harapan

Harapan dan kekecewaan itu bagaikan dua sisi mata uang ... bertolak belakang, namun saling melekat. Apa yg kita fokuskan utk kita lihat dan bagaimana cara kita melihatnya . Oleh karena itu, beranilah menaruh harapan .. hanya kepada Allah, dan bukan kepada manusia, sebab manusia bisa mengecewakan, tapi Allah tak pernah mengecewakan kita.

Keindahan Hati

Sering kali kita berprasangka buruk terhdap orang lain, sampai-sampai kalau bertemu dia, enggan untuk bertegur sapa. belum tentu orang yang selalu membuat kita marah membuat kita kesal itu benci terhadap kita tapi justru sebaliknya mungkin itulah cara dia menunjukkan kasih sayangnya dialah pelindung kita.

Saturday, October 13, 2012

Peradaban Umat Terdahulu

Umat dimasa lalu melalui berbagai peradaban, hegemoni yang bermunculan berabad-abad, banyak sisa sejarah, mereka bagai tidak tersisa, yang ada hanya puing dan peninggalan yang terbengkalai akibat kemusnahan yang disebabkan banyak faktor. Kaum Aad dan Tsamud dahulu kala telah memiliki kemampuan untuk membangun gedung-gedung pencakar langit dan mengubah gunung baru menjadi istana. Sisa-sisa kejayaan mereka sampai hari ini masih bisa disaksikan siapa pun di Lembah Petra, Yordania. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. (QS. Al A’raaf, 7: 74)

Lalu Hiram, sang arsitek Kerajaan Nabi Sulaiman, telah begitu mahir membangun dan mengkonstruksi sebuah istana megah di mana lantainya terlihat bagaikan permukaan air yang sangat jernih hingga membuat Ratu Bilqis terperdaya.

Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya”. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca.” Berkatalah Balqis, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”.”(QS An Naml 44)

Kita sampai hari ini masih saja terheran-heran, bagaimana manusia-manusia dahulu bisa membangun candi seindah dan semegah Borobudur, bagaimana mereka bisa mengangkat dan memindahkan bebatuan besar guna menyusun Stonehedge, membangun situs-situs raksasa di Pulau Paskah, membuat garis Nazca di Pegunungan Peru, dan lain sebagainya.

Manusia sekarang juga masih bertanya-tanya mengapa di lahan bekas pertempuran besar antara kaum Pandawa melawan Kurawa di Padang Khurusetra, yang sekarang menjadi gurun di Mahendjo Daro, terdapat sisa radiasi nuklir. Apakah Bharatayudha itu merupakan perang modern sehingga dipergunakan senjata berbahan nuklir?

Marilah kita bercermin. Saat ini tuntutan perubahan terus menggema. Hal ini bukan hal yang aneh. Sebab, kondisi yang ada di negeri Muslim terbesar ini makin jauh dari harapan. Ketika suara kebenaran Islam mencuat, alih-alih mendukung, perlawanan justru dilakukan.

Pelajaran kaum Tsamud yang memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama dengan kaum ‘Ad. Mereka memiliki keahlian untuk membangun rumah dan istana yang megah di kaki-kaki bukit yang datar. Orang-orang yang memiliki kelebihan kekayaan dijadikan panutan dan pimpinan yang disegani sekalipun perilaku kesehariannya zalim, menyimpang dan semena-mena. Dengan harta, penguasa mempertahankan kekuasaan. Kolega yang mendukung mereka diberi imbalan harta dan santunan bekal hidup. Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau tunduk pada kemaksiatan mereka, menentang kezaliman dan kesewenang-wenangan mereka justru dimusuhi, dihina, difitnah, bahkan diburu dan ditindas. (QS asy-Syu’ara [26]: 141-159, al-A’raf [7]: 73-76, an-Naml [27]: 45-49, al-Qamar [54]: 29-32).

Ada lagi yang lain, yaitu Fir’aun. Dia berkuasa dengan kekuatan ekonomi, ditopang oleh Qarun. Penentangannya terhadap syariah Allah, kesombongannya, dan kezalimannya terhadap rakyatnya menjadikan jalan menuju kehancuran bangsanya. Begitu juga kehancuran bangsa-bangsa lain seperti kaum Luth dan Madyan.
Ada pelajaran dari kehancuran kaum terdahulu itu. Di antara faktor penting yang mendorong kehancuran, selain ketidaktaatan pada syariah Allah SWT, adalah kemewahan, kezaliman dan melawan kebenaran

Kisah Paku

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk
mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan
mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang
setiap kali dia marah ...

Hari pertama anak itu telah memakukan 48 paku ke pagar setiap kali dia
marah ... Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa
te
rnyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar.

Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa
mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia
memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia
mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah.

Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya
bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke
pagar. "Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi, lihatlah
lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti
sebelumnya. "Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan. Kata-katamu
meninggalkan bekas seperti lubang ini ... di hati orang lain.

Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu ...
Tetapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada ...
dan luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik ..."

Suatu Hari, Ketika…

Suatu hari, ketika aku sudah begitu lelah berbuat baik.
Dan dorongan untuk berbuat jahat sudah begitu memuncak…
Kucoba tenangkan diri. Jernihkan pikiran.
Serahkan segalanya ke dalam tangan-Mu…
Ah, kusadari, lagi-lagi aku yang keliru…
Tak pantas aku lari dari kasih-Mu dan tak lagi jadi kebanggaan-Mu…
Jangan sampai aku keluar dari rel-Mu.
Allah, ingatkan aku…


Suatu hari, ketika aku sudah capek bertindak tulus.
Sementara banyak orang berakal bulus memanfaatkanku demi fulus (baca:uang).
Tak hendak aku juga ikut arus.
Biarlah aku berhenti sejenak, beristirahat barang sebentar saja.
Lalu menjalankan tulusku yang kudapati dari-Mu.
Kekuatan-Mu membantuku hadapi semuanya itu.
Dan kupercaya akan Kauberikan pula kemampuan untuk tak hanya tulus tetapi cerdik sekaligus.

Suatu hari, ketika aku begitu kecewa akan segala usaha yang telah kulakukan tak membuahkan hasil.
Bahkan kenyataan yang ada semakin meruntuhkan kebanggaan diriku yang pernah ada.
Aku kembali kepada-Mu.
Aku bukan seorang pemalas. Aku selalu berusaha.
Dan semoga suatu saat ‘kan kuraih impian-impian itu bersama-Mu.
Mungkin tak selalu sama dengan apa yang ada di kepalaku.
Tetapi kupercaya bahwa Engkau tahu yang terbaik bagiku.

Suatu hari ketika aku begitu kelelahan dengan hidupku.
Kekecewaan beruntun yang begitu jauh dari harapanku.
Bahkan ada keinginan untuk pergi dari dunia ini…
Ya, Allah…
Mohonkan kekuatan bagi setiap hati yang pernah merasakan hal ini, bahwa hidup selalu punya sisi lain yang berwarna-warni.
Bukan sekelam yang terlihat saat ini.
Izinkan kami kembali percaya di dalam iman.
Masih ada pelangi menanti di esok hari.

Suatu hari ketika aku begitu muak akan kepalsuan dan kemunafikan di sekitarku.
Juga fitnahan dan prasangka buruk di sekelilingku.
Kuatkan aku hadapi semua itu, Allah.
Kusadari suatu hari semua akan berlalu.
Asal aku tetap jujur di dalam-Mu.
Dan jauhkan aku dari tindakan semacam itu.
Aku ingin tetap mengikuti jejak-Mu.

Suatu hari, ketika aku begitu bosan dengan orang-orang sekitarku yang terus menyakitiku.
Aku kembali pada-Mu, serahkan semua rasa sakit hatiku.
Kutahu hanya dari-Mu kutemukan kekuatan dan pengampunan.
Aku pun tak sempurna. Aku pun bisa menyakiti hati sesamaku.
Siapakah aku ini, Allah?
Aku pun seorang pendosa sama seperti mereka.
Penghakiman mutlak hanya milik-Mu.

Suatu hari ketika ada dorongan untuk selalu melakukan pembenaran diri. Allah, ajar aku bertanggung jawab atas tindakanku.
Aku bisa salah, teramat mungkin malah!
Tetapi tindakan lari dari kesalahan, mencari kambing hitam, lalu kemudian membenarkan diriku sendiri bukanlah hal yang mulia.
Ajar aku bertanggung jawab dan berani mengakui kesalahan, untuk kemudian berusaha memperbaikinya di lain waktu.

Izinkan aku kembali sadari, Allah…
Bersama-Mu, setiap hariku adalah baik dalam rencana-Mu.
Tak sedetik pun Kautinggalkan anak-anak-Mu…
Engkau selalu bersamaku…
Setiap hariku, Kutahu Kau ada di situ…

Kisah Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu . Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini
telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih . "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu."Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."
Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang.... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang . "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal . Maukah kau menolongku?" Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah.

Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.. "Ayo bermain-main lagi denganku," kata pohon apel.. "Aku sedih ," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang.. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu..

"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat ," kata pohon apel. "Sekarang , aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah
sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar
pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari,
marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Pohon apel itu adalah orang tua kita .
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.