Ahlan wasahlan di blog kamardy arief, semoga blog ini dapat menambah wawasan anda, berikan komentar anda untuk masukkan blog ini.

Secarik Kebahagiaan

Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka. Namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang telah terbuka.

Perjalanan Hidup

Ketika seseorang melukaimu, janganlah bersedih karena Allah selalu menitipkan penyembuh buatmu.

Segenggam Senyuman

Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapat terbang burung.

Segenggam Harapan

Harapan dan kekecewaan itu bagaikan dua sisi mata uang ... bertolak belakang, namun saling melekat. Apa yg kita fokuskan utk kita lihat dan bagaimana cara kita melihatnya . Oleh karena itu, beranilah menaruh harapan .. hanya kepada Allah, dan bukan kepada manusia, sebab manusia bisa mengecewakan, tapi Allah tak pernah mengecewakan kita.

Keindahan Hati

Sering kali kita berprasangka buruk terhdap orang lain, sampai-sampai kalau bertemu dia, enggan untuk bertegur sapa. belum tentu orang yang selalu membuat kita marah membuat kita kesal itu benci terhadap kita tapi justru sebaliknya mungkin itulah cara dia menunjukkan kasih sayangnya dialah pelindung kita.

Tuesday, December 21, 2010

Mencari Tambang Emas



Suatu hari, seorang anak perempuan pulang ke rumah orangtuanya dengan hati gundah. Sambil menangis dia mengadukan masalah rumah tangga yang sedang di hadapinya, "Ayah, ibu, ananda sudah tidak sanggup hidup bersama dengan suamiku lagi. Sudah sekian lama dia tidak bekerja, sehingga di rumah sekarang ini tidak ada uang lagi untuk biaya hidup. Aku mau bercerai saja. Titik."

"Memangnya ada apa dengan pekerjaan suamimu dulu?" tanya sang ibu.

"Dia merasa pekerjaannya tidak berharga lagi. Satu-satunya benda yang dianggap bernilai adalah emas sehingga setiap hari dia sibuk berpikir di mana dan bagaimana caranya sukses menemukan tambang emas. Aku sudah mengingatkan berulang kali, bahkan mengancam akan pergi dari rumah, tetapi dia tidak peduli sama sekali. Aku sungguh tidak tahan lagi, Yah, Bu."


Setelah memikirkan beberapa saat, sang ayah berkata kepada anaknya, "Anakku, pulanglah ke rumahmu. Sampaikan pada suamimu, ayah mempunyai pengetahuan mengolah emas dari warisan keluarga. Jika suamimu serius mau belajar, ayah akan memberitahu rahasia dan cara mendapatkan emas."

Si suamipun bergegas mendatangi mertuanya setelah mendengar kabar dari istrinya. Si ayah mertua berjanji akan memberitahu cara menambang emas dengan syarat, si menantu harus mengumpulkan 5 kilogram bulu daun pisang dari pohon pisang yang ditanam sendiri. Dengan gembira si menantu segera pulang dan mulai menanam pisang di ladangnya, di pekarangan rumahnya, dan di semua lahan kosong yang dipunyainya. Dengan rajin dia merawat pohon pisangnya. Setiap kali masa panen, istri dan anaknya memetik, dan dia sibuk mengumpulkan bulu-bulu di atas daun pisang.

Tiga tahun kemudian, saat terkumpul 5 kilogram bulu daun pisang, dia datang untuk menagih janji kepada ayah mertuanya.

"Baiklah anakku. Ayah sudah tidak sabar lagi ingin memberi pelajaran ini kepadamu," kata si ayah sambil mengajaknya memasuki kamar dan lalu dibukalah lemari yang ada di sana. Ternyata isinya batangan emas. Si menantu tercengang gembira berkata, "Oh, ternyata ayah dari dulu sudah mengolah emas. Cepat beritahu saya, bagaimana cara mengolahnya?"

"Batangan emas ini bukan ayah yang menambang dan mengolahnya. Tetapi kamuyang mengolahnya sendiri."

"Saya yang mengolah? Tambang saja tidak ada, apalagi mengolah emas?"

"Anakku, tentu ada caranya bila tidak mengolah tambang emas tapi bisa menghasilkan emas. Ingat pohon pisang yang telah kau tanam? Uang hasil penjualan pisang, bapak belikan emas. Dan emas di almari itu adalah hasil kerja kerasmu selama 3 tahun."

Dengan takjub, dielusnya emas di tangannya. "Terima kasih Ayah. Ayah telah mengajarkan kepada saya, bahwa untuk mendapatkan emas tidak berarti harus menambang sendiri. Dengan memanfaatkan tanah dan pekarangan yang ada, kami pun dapat memiliki emas yang sangat bernilai ini," ucapnya dengan lega dan penuh syukur.

Netter yang Luar Biasa,

Sering kali kita menganggap kesuksesan bisa dicapai hanya melalui satu cara saja, padahal kesuksesan bisa diraih melalui berbagai cara.

Dan sebenarnya di dalam diri kita sendiri dan di tempatdimana kita berada saat ini, telah tersedia kesempatan-kesempatan yang memungkinkan untuk kita gali, kita olah sekaligus kita manfaatkan untuk kita jadikan emas.

Salam sukses, Luar Biasa!!


http://andriewongso.com

Embun dan teratai



Dikisahkan, di sebuah kolam yang airnya berlumpur, tumbuh di sana pohon bunga teratai muda. Suatu hari, saat daun teratai membuka mata memulai sebuah hari, dia merasa takjub dengan alam sekitarnya. Dan tiba-tiba si daun teratai merasakan, di atas hijau daunnya ada setitik embun yang hinggap begitu lembut dan bening. Dengan ceria disapanya si embun, "Hai kamu, engkau siapa? Dari mana datangmu, kok tiba-tiba ada di atas punggungku?"

Si embun pun menjawab, "Aku biasa dinamakan embun. Saat menjelang pagi, di alam semesta ini mengandung uap air yang terbawa hembusan angin dan menciptakan titik air yang menjadikan seperti diriku sekarang ini."

"Wah, aku senang sekali bisa bertemu dan ditemani kamu," kata si daun teratai.

"Maaf, teman. Aku tidak bisa menemanimu berlama-lama. Karena bila sebentar lagi matahari mulai bersinar, aku pun harus segera pergi," jawab si embun.

"Kenapa mesti pergi? Tetaplah di sini, bersahabat denganku."

"Bukan aku tidak mau, tetapi begitulah sifat alam. Setiap embun di pagi harisebentar kemudian segera menguap bila tertimpa sinar matahari."

Sesaat sang matahari mulai terik. Daun teratai pun memohon,"Tolong tetaplah di sini embun, jangan pergi."

Namun, secepat itu pula si embun harus berlalu.

Keesokan harinya, saat daun teratai memulai hari, dia begitu gembira melihat sahabatnya kembali berada di punggungnya. Dia pun menyapa riang, "Hai sobat, kita berjumpa lagi!"

Si embun balas berkata, "Hai juga! Maaf, kita belum saling kenal. Aku embun pagi."

"Lho, bukankah kamu embun yang kemarin?"

"Bukan! Aku embun hari ini. Aku tidak ada hubungannya dengan embun yang kemarin."

"Tapi engkau sama persis dengan embun kemarin. Tetes air yang lembut, bening, dan menyejukkan. Kenapa bisa berbeda?"

"Entahlah. Aku ada ya seperti inilah. Selalu baru dan segera pergi bersama dengan datangnya mentari pagi." Dan tidak lama kemudian, embun itu pun segera menguap tertimpa sinar matahari.

Peristiwa serupa pun terjadi dari ke hari dan setiap hari daun teratai tetap tidak mengerti, mengapa embun yang sama setiap hari selalu tidak mengakui dirinya sebagai embun yang kemarin. Saat hari-hari berlalu terus hingga berganti bulan, si daun teratai pun berumur semakin tua; mulai terkoyak, akhirnya menguning, dan kemudian siap digantikan oleh tunas daun teratai yang baru.

Surga di Telapak Kaki Ibu



Alkisah, seorang pemuda sedang melamar pekerjaan di sebuah perusahaan besar. Dia sudah berhasil lolos di tes-tes pendahuluan. Dan kini tiba saatnya dia harus menghadap kepada pimpinan untuk wawancara akhir.

Setelah melihat hasil tes dan penampilan si pemuda, sang pemimpin bertanya, "Anak muda, apa cita-citamu?"

"Cita-cita saya, suatu hari nanti bisa duduk di bangku Bapak," jawab si pemuda.

"Kamu tentu tahu, untuk bisa duduk di bangku ini, tidak mudah. Perlu kerja keras dan waktu yang tidak sebentar. Betul kan?" Si pemuda menganggukkan kepala tanda setuju.

"Apa pekerjaan orangtuamu?" lanjutnya bertanya.

"Ayah saya telah meninggal saat saya masih kecil. Ibulah yang bekerja menghidupi kami dan menyekolahkan saya."

"Apakah kamu tahu tanggal lahir ibumu?" kembali sang pimpinan bertanya.

"Di keluarga kami tidak ada tradisi merayakan pesta ulang tahun sehingga saya juga tidak tahu kapan ibu saya berulang tahun."

"Baiklah anak muda, bapak belum memutuskan kamu diterima atau tidak bekerja di sini. Tetapi ada satu permintaan bapak! Saat di rumah nanti, lakukan sebuah pekerjaan kecil yaitu cucilah kaki ibumu dan besok datanglah kemari lagi."

Walaupun tidak mengerti maksud dan tujuan permintaan tersebut, demi permintaaan yang tidak biasa itu, dia ingin mencoba melakukannya.

Setelah senja tiba, si pemuda membimbing ibunya duduk dan berkata, "Ibu nampak lelah, duduklah Bu, saya akan cuci kaki ibu."

Sambil menatap takjub putranya, si ibu menganggukkan kepala. "Anakku, rupanya sekarang engkau telah dewasa dan mulai mengerti."

Si pemuda pun mengambil ember berisi air hangat, kemudian sepasang kaki ibunda yang tampak rapuh, berkeriput, dan terasa kasar di telapak tangannya itu mulai direndam sambil diusap-usap dan dipijat perlahan. Diam-diam airmatanya mengalir perlahan.

"Ibu, terima kasih. Berkat kaki inilah ananda bisa menjadi seperti hari ini."

Mereka pun saling berpelukan dengan penuh kasih dan kelegaan.

Dan keesokan harinya, sang pemimpin berkata, "Coba ceritakan, bagaimana perasaanmu saat kamu mencuci kaki ibumu."

"Saat mencuci kaki ibu saya, saya mengerti dan menyadari akan kasih ibu yang rela berkorban demi anaknya. Melalui kaki ibu saya, saya tahu, bahwa saya harus bekerja dengan sungguh-sungguh demi membaktikan diri kepada ibu saya."

Mendengar jawaban si pemuda, akhirnya sang pemimpin menerima dia bekerja di perusahaan itu. Karena sang pemimpin yakin, seseorang yang tahu bersyukur dan tahu membalas budi kebaikan orangtuanya, dia adalah orang yang mempunyai cinta kasih. Dan orang yang seperti itu pasti akan bekerja dengan serius dan sukses.

Netter yang Luar Biasa!

Pepatah "surga di telapak kaki ibu" sungguh mengandung makna yang sangat dalam. Memang kasih ibu tiada tara. Saya yakin! Jika kita mendapatkanrestu, apa lagi didukung oleh doa ibunda, tentu semua itu merupakan dukungan yang mengandung kekuatan luar biasa, yang memungkinkan apapun yang kita lakukan akan mendatangkan hasil yanglebih baik.

Mari, selagi orangtua kita masih hidup: beri perhatian, layani mereka dan cintai mereka dengan setulus hati.

Salam sukses, Luar Biasa!