Ahlan wasahlan di blog kamardy arief, semoga blog ini dapat menambah wawasan anda, berikan komentar anda untuk masukkan blog ini.

Tuesday, December 20, 2011

Apa dan Siapa Habib Umar bin Hafidz?


Nasab beliau adalah: Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abibakar bin Idrus bin Husein bin Syeikh Abibakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbat bin Ali Khali‘ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidallah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidi bin Jakfar Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sorot matanya tajam, raut mukanya tampak bercahaya, bibirnya tersenyum mengembang, jenggot merahnya hampir menutupi leher. Itulah ciri fisik Habib Umar bin Hafidz yang khas.

Suaranya yang lantang, badannya yang tegak dengan dibalut jubah dan sorbannya yang dikenakan semakin menambah kewibaannya. Pribadinya santun dan rendah hati. Beliau memiliki akhlak yang terpuji dan memberikan contoh yang diajarkan Rasulullah dengan perilaku yang nyata pada dirinya. Beliau adalah berkah bagi kaum muslimin saat ini. Nasab beliau adalah: Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abibakar bin Idrus bin Husein bin Syeikh Abibakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbat bin Ali Khali‘ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidallah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidi bin Jakfar Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Habib Umar lahir di Kota Tarim, sebuah kota yang terkenal dengan sebutan “Kota Seribu Wali”. Sebutan itu tidaklah mengada-ada bagi kota tertua di Negeri Hadramaut wilayah Yaman Selatan ini. Dari sinilah banyak bermunculan para auliya’, orang-orang shaleh, ulama yang ikhlas dan mengamalkan ilmunya ke seantero penjuru bumi. Mereka terdiri dari golongan kaum yang dekat dengan Allah. Salah satunya adalah Habib Umar bin Hafidz yang lahir di Tarim pada hari Senin, 4 Muharram 1388 H bertepatan dengan 27 Mei 1963 M, sebelum fajar. Beliau dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan cahaya keilmuan yang diwarisi dari para keturunan suci dan mulia. Di kota inilah beliau tumbuh dalam didikan keluarga yang penuh dengan keimanan, ketakwaan, ilmu dan akhlak yang luhur. Sedari kecil beliau ditanamkan nilai-nilai kebajikan yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau tumbuh dalam lingkungan Ahlussunnah wal jama’ah, yang bermadzhabkan Syafi’i dengan Thariqah Bani Alawi, sebagaimana para leluhurnya yang mulia. Guru pertama beliau tak lain adalah ayahnya sendiri Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, seorang Mufti Kota Tarim yang juga merupakan pejuang. Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidupnya demi tersebarnya syiar Islam, berani mengatakan kebenaran dan mengajarkan hukum-hukum suci nan mulia dalam Islam. Pada saat itu negeri Yaman Selatan dikuasai oleh Uni Soviet yang berfaham komunis dan anti agama. Musuh utama mereka adalah para ulama Islam yang merupakan penghalang besar bagi penyebaran ideologi mereka. Melihat sepak terjang Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz (ayah Habib Umar), Komunis menganggap beliau merupakan batu sandungan mereka. Maka pada suatu waktu dalam masjid, ketika Habib Umar sedang menemani ayahnya untuk menunaikan Shalat Jumat, Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz diculik oleh gerombolan komunis, kain Habib Umar kecil pun kemudian pulang ke rumahnya sendirian dengan membawa rida’ milik ayahnya. Sejak saat itu Habib Umar tak pernah lagi melihat sang ayah hingga saat ini. Semenjak kecil, Habib Umar tumbuh menjadi seorang Yatim. Namun keyatiman beliau tidak menghalangi sedikitpun langkahnya untuk menuntut ilmu. Memang jika kita pelajari jejak langkah para ulama dan habaib terdahulu, khususnya yang berada di Kota Tarim, mereka tidak khawatir akan masa depan pendidikan anak-anaknya, bilamana mereka meninggal dan anak-anaknya masih kecil. Hal itu tidak lain karena mereka telah melakukan kaderisasi serta mujahadah dan doa yang tulus, agar kelak para keturunannya dapat istiqamah mengikuti ajaran dan tuntutan para pendahulunya yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Semua itu juga didukung oleh lingkungan yang kondusif di Kota Tarim yang aman dari segala bentuk kemaksiatan. Jadi tidaklah mengherankan, jika kemudian Habib Umar kecil yang yatim kemudian tumbuh menjadi sosok pemuda yang gemar mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Bakat dan kecerdasan beliau yang merupakan hasil didikan ruhani dan jasmani dari ayahanda dan para gurunya telah menjadikannya mampu menghafal Al-Qur’an pada usia yang sangat muda dan juga menghafal berbagai teks matan ilmu fiqih, hadis, bahasa Arab dan berbagai ilmu keislaman lainnya.    Guru-guru beliau yang berada di Kota Tarim : 1. Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz.(Ayah, sekaligus guru utama beliau) 2. Al-‘Allamah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Syihabuddin. 3. Munshib Al-Habib Ahmad bin Ali bin Syeikh Abibakar. 4. Al-Habib Abdullah bin Syeikh Al-Aydrus. 5. Al-Habib Abdullah bin Hasan Bilfaqih. 6. Al-Habib Umar bin Alwi Al-Kaaf. 7. Asy-Syeikh Taufiq Aman. 8. Al-Habib Ali Masyhur bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. (Kakak kandung yang sekaligus berperan sebagai pengganti ayah bagi Habib Umar semenjak sang ayahandanya syahid). Semenjak membawa rida’ sang ayah, Habib Umar kecil menjadikan hal itu sebagai suatu pertanda bahwa ia harus meneruskan tanggung jawab sang ayah untuk menyebarkan Islam. Sejak itu ia semakin bersemangat dan berjuang keras agar dapat melanjutkan cita-cita sang ayah untuk mensyiarkan Agama Allah.. Meskipun berusia masih muda, kala itu Habib Umar telah benar-benar memahami Al-Qur’an, karena Allah telah memberikannya sesuatu yang khusus. Kealiman Habib Umar ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi keluarga dan kerabat. Mereka mengkhawatirkan akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke Kota Baidha’ yang terletak di Yaman Utara. Sehingga beliau terhindar dari orang-orang yang ingin mencelakainya. Sayyid Muda itu tiba di Kota Baidha’ pada awal bulan Saffar tahun 1402 H bertepatan dengan bulan September tahun 1981 M. Di sana beliau berguru kepada Al-Imam Al-‘Arif Billah Al-Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar, yang kemudian menjadi mertua beliau. Selain kepada Al-Habib Muhammad Al-Haddar beliau juga belajar dan menerima ijazah dari Al-Habib Zein bin Ibrahin bin Smith (Yang kini berada di Madinah).. Di Kota Baidha’, selain belajar beliau juga berdakwah hingga ke pelosok yang umumnya masih dihuni oleh kaum Badui yang masih primitif. Dengan kesabaran, keikhlasannya serta keuletannya, beliau tak kenal lelah dalam berdakwah mensyiarkan Agama Allah. Hampir tak ada satu tempat pun yang terlewatkan dalam dakwah beliau untuk mengenalkan kembali cinta Allah dan Rasul-Nya (mahhabatullah wa rasulihi) shallallahu ‘alaihi was sallam pada hati kaum muslimin. Beliau banyak merintis beberapa majelis taklim didaerah Hadramaut. Beliau jarang sekali tidur, usahanya sangat gigih untuk mengembalikan umat Islam agar mereka berjalan di garis para salafunasshalihin yang tiada lain adalah cerminan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Kerja kerasnya tak sia-sia, banyak para pemuda yang tertarik dengan metode pengajaran beliau, di bawah bimbingan Habib Umar mereka seakan terbangun dari tidur yang panjang dan kelam. Mereka kemudian menjadi sosok pemuda yang bangga dengan identitas keislamannya, dan memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Perjuangan Habib Umar yang ikhlas dan keteguhannya dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil di Negeri Yaman Utara, telah mendapat dukungan dan simpatik dari para ulama yang berada di sana. Merekapun membantu dalam perjuangan dakwahnya. Beliaupun mengunjungi para ulama yang berada di Yaman, salah satunya di Kota Ta’iz. Disana beliau belajar dan mengambil ijazah kepada Mufti Ta‘iz, Al-Musnid Al-Habib Ibrahim bin Agil bin Yahya yang begitu perhatian dan cinta kepada Habib Umar. Setelah beberapa bulan di kota Baidha’ beliau kemudian melakukan perjalanan ibadah Haji di Tanah Suci serta mengunjungi makam datuknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah. Di Hijaz beliau berkesempatan untuk menimba ilmu dan memperoleh ijazah dari para ulama besar disana. Pada bulan Rajab tahun 1302 H bertepatan bulan April 1982 M beliau bertemu Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assagaf yang berada di Kota Jeddah. Al-Habib Abdul Qadir menyaksikan bahwa di dalam diri Habib Umar muda terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliaupun juga berkesempatan menimba ilmu dan memperoleh ijazah dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yaitu Al-Habib Al-Jawwad Ahmad Masyhur bin Toha Al-Haddad (Jeddah) dan Al-Habib Abubakar Attas bin Abdullah Al-Habsyi (Makkah). Beliau juga menimba ilmu dari Asy-Syeikh Al-Musnid Muhammad Isa Al-Fadani dan Al-‘Allamah As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani yang berada di KotaMakkah. Semenjak itu nama Habib Umar bin Hafidz mulai tersohor, karena kegigihan dan usaha beliau dalam menyerukan agama Islam dan memperbaiki serta mempopulerkan ajaran-ajaran para Salafuna Alawiyin. Kesohoran dan ketenaran Habib Umar tidak mengurangi sedikit pun niat dasar beliau. Setelah dari Hijaz, Negara Oman menjadi fase dakwah beliau kemudian. Beliau mendapatkan undangan dari sekelompok Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan kuat untuk belajar tentang Thariqah Alawiyah. Beliaupun menyambut baik undangan tersebut dan kemudian mengajar dan berdakwah di sana hingga beberapa tahun. Sekembalinya dari Oman, sebelum ke Tarim, beliau singgah ke Kota Syihir, Yaman Timur. Beliau belajar kepada para ulama yang berada di kota tersebut sambil berdakwah.. Setelah itu beliaupun kembali ke kampung halamannya di Kota Tarim. Bertahun-tahun kota itu beliau tinggalkan dan waktu dihabiskan untuk belajar, berdakwah guna membentuk ruh Islami orang-orang di sekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang yang salah (ber-amar ma’ruf nahi munkar). Pada tahun 1414 H, bertepatan dengan tahun 1993 M, beliaupun mengabadikan ajaran-ajarannya dengan membangun Pondok Pesantren Darul Mustafa. Beliau mendirikan Pondok Pesantren Darul Mustafa tersebut dengan tiga tujuan: Pertama, mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman secara ber-talaqqi (bertatap muka) dan para pengajarnya adalah para ahli yang memiliki sanad keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan. Kedua, menyucikan diri dan memperbaiki akhlak. Ketiga, menyebarkan ilmu yang bermanfaat serta berdakwah menyeru kepada jalan yang diridhai Allah subhanallahu ta’ala dan sesuai dengan apa-apa yang diajarkan oleh Rasulullah dan para salafuna shalihin.. Darul Mustafa merupakan hadiah terbesar beliau bagi dunia. Dari pesantren inilah ajaran para salafuna shalihin diserukan, hingga menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dalam waktu yang demikian singkat, penduduk Tarim telah menyaksikan berkumpulnya para murid dari berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan karena pernah dikuasai oleh kaum atheis komunis. Para muridnya banyak berasal dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Sudan, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat, Kanada, Yaman, Oman, Emirat, Saudi Arabia, syuria dan juga dari negara-negara Arab lainnya. Habib Umar adalah seorang orator ulung, da’i yang ikhlas, setiap khutbah dan tausiah yang beliau sampaikan membuat dejak kagum bagi orang yang menyimaknya. Tidak berlebihan kalau beliau dijuluki “Singa Podium”. Bagaimana tidak, setiap orang yang mendengarkan ceramahnya, sekeras apapun hatinya pasti akan menitikkan air mata, walupun orang yang menyimaknya tidak mengerti bahasa arab. Selain da’i Habib Umar juga merupakan seorang yang mumpuni dalam ilmu hadis. beliau banyak hafal hadis berikut matan dan sanadnya dari dirinya hingga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam. Selain itu beliau juga ahli dalam ilmu tafsir Al-Qur’an. Malam harinya beliau pergunakan, beribadah dan bertafakur kehadirat Allah. Sedangkan siang harinya beliau pergunakan untuk khidmah kepada umat. Pernah dikasahkan pada suatu hari seorang tamu bersikeras ingin duduk bersama beliau hingga tengah malam, lalu Habib Umar izin kepada tamu tersebut untuk shalat malam, dan tamu tersebut berkata: “Baiklah Habib tapi saya tetap akan menunggu anda”, maka Habib Umar pun mengangguk, lalu beliau tidak keluar dari tempat shalatnya hingga kemudian dikumandangkannya adzan subuh, maka Tamu itupun berkata: “Habibana, antum meninggalkan saya hingga subuh?”, beliau berkata: “Maafkan saya, aku bertamu kepada yang maha tunggal dan jika aku bertamu kepada-Nya, aku merasakan kelezatan dan aku lupa pada semua selain-Nya”. Habib Umar tinggal di Tarim, Hadramaut, Yaman Selatan. Selain aktif berdakwah di berbagai belahan dunia, beliau juga mengawasi perkembangan Pondok Pesantren Darul Mustafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun di bawah manajemen beliau. Darul Mustafa kini telah memiliki lebih dari 30 cabang yang tersebar di berbagai tempat di Hadramaut, Yaman Utara, Emirat, Hijaz, Indonesia, Malaysia. Para murid yang telah belajar di Darul Mustafa kemudian berdakwah di daerah asalnya masing-masing. Mereka menyampaikan apa-apa yang telah mereka peroleh dari ilmu yang telah di ajarkan oleh Habib Umar untuk menyebarkan kebaikan serta rahmat bagi makhluk Allah. Selain melakukan kaderisasi, Habib Umar juga merupakan ulama yang produktif dalam menulis. Beberapa kitab karangannya antara lain: Is’af At-Thalibi, Ridho Al-Kholaq bi bayan Makarimal Akhlaq, Taujihat At-Thullab, Syarah Mandzumah -Sanad Al-‘Ulwi, Adz-Dzakirah Al-Musyarrafah.       Dan karya beliau yang paling monumental adalah Dhiyaullami’ bidzikri Mauliduhu Asy-syafi’, yang berisi bait-bait syair pujian terhadap Rasulullah, di Indonesia lebih dikenal dengan Maulid Dhiyaullami’ atau Maulid Habib Umar. Hingga saat ini beliau masih memegang peran aktif dalam penyebaran dakwah Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya. Tidak ketinggalan pula di Indonesia. Tahun 1994 M adalah awal kedatangan beliau ke Indonesia. Sebelumnya Al-Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi, Solo mengeluh kepada Al-Imam Al-‘Arif billah Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah tentang keadaan para Alawiyin di Indonesia yang mulai jauh dan lupa akan nilai-nilai ajaran para leluhurnya. Lalu Al-Habib Abdul Qadir pun mengutus Habib Umar bin Hafidz untuk mengingatkan dan menggugah ghirah para Alawiyin di Indonesia. Kini, setiap awal Bulan Muharram beliau sempatkan datang ke Indonesia guna memberikan nasehat, ilmu serta mengingatkan kita akan Thariqah Alawiyin. Semoga Allah menjaga kesehatan Beliau, memanjangkan usia beliau, memudahkan segala urusan beliau, menjadikan keturunnanya dan para anak muridnya sebagai penerus dakwah beliau dan menggolongkan kita semua termasuk sebagai orang-orang yang suka berkumpul bersama kaum shalihin seperti beliau. Aamiin Allahumma Aamiin
Oleh: Sayyid Abdul Qadir Umar Mauladdawilah
(Dikutip dari buku “Habib Umar bin Hafidz Singa Podium”)

0 comments:

Post a Comment